JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan SI Bupati Sidoarjo periode 2010 s.d 2015 dan 2016 s.d 2021 sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakili di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara penerimaan suap terkait pembangunan proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Sidoarjo. Dimana KPK juga menetapkan IS sebagai Tersangka bersama IG dan TS selaku pihak swasta. Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Selasa (7/3/2023).
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka SI untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 7 s.d 26 Maret 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
Dalam konstruksi perkaranya, IS diduga menerima berbagai pemberian Gratifikasi dalam bentuk uang maupun barang yang seolah-olah diatasnamakan sebagai hadiah ulang tahun, uang lebaran, hingga fee atas penandatanganan sidang peralihan tanah. Adapun pihak-pihak yang memberikan gratifikasi antara lain pihak swasta, ASN di lingkungan Pemkab Sidoarjo, serta Direksi BUMD.
Penyerahan dalam bentuk uang dilakukan secara tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan asing. Sedangkan penyerahan dalam bentuk barang antara lain berupa logam mulia seberat 50 gram, berbagai jenis jam tangan, tas, serta handphone mewah.
Besaran gratifikasi yang diterima hingga saat ini terhitung sejumlah sekitar Rp15 Miliar. Tim Penyidik masih terus mendalami penerimaan lainnya dengan memanfaatkan data LHA PPATK dan Accounting Forensic Direktorat Analisis dan Deteksi Korupsi KPK.
Atas perbuatannya, SI disangkakan melanggar Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dari perkara ini, KPK mengimbau kepada para Kepala Daerah maupun Penyelenggara Negara lainnya agar tidak bergaya hidup mewah, yang dapat menjerumuskan seseorang dalam praktik-praktik gratifikasi maupun tindak pidana korupsi lainnya, " pungkasnya. (**)