Saiful Chaniago: Kepemimpinan Bukan Kekuasaan

    Saiful Chaniago: Kepemimpinan Bukan Kekuasaan
    Saiful Chaniago, Waketum KNPI

    OPINI - Tersisa kurang lebih dua bulan kedepannya, seluruh rakyat Indonesia akan berada pada suatu momentum yang meniscayakan pergantian kepemimpinan secara nasional, baik pada legislatif dan juga eksekutif. 14 Februari 2024 adalah hari bersejarah yang merepresentasikan kepentingan konstitusional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, guna memastikan keberlangsungan pemilihan umum atas keberlanjutan kepemimpinan nasional.

    Momentum politik meniscayakan dinamika politik yang senantiasa memperlihatkan semua nilai dalam mempertegas eksistensi pelaku politik terhadap orientasinya secara politis.

    Artinya, bahwa dinamika politik tidak saja dimaknai sebagai ikhtiar normatif konstitusional, akan tetapi ikhtiar spekulatif niscaya merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, bahkan kitapun berupaya untuk kemudian menggunakan ikhtiar yang serupa, tentunya demi memastikan optimalisasi kepentingan politis dengan senantiasa mengutamakan nilai konstitusional sebagai pedoman utama berdemokrasi.

    #KEPEMIMPINAN
    Tentunya banyak pendapat yang menempatkan kepemimpinan sebagai ikhtiar terbaik terhadap kepentingan kemaslahatan.

    Menurut kami, kepemimpinan merupakan suatu sifat dan sikap yang tidak saja berorientasi terhadap nilai kemaslahatan, karena kepemimpinan harus juga dipertegas nilai-nilai kemanusiaan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran relatif.

    Kebenaran relatif adalah suatu nilai yang telah menjadi kesepakatan terhadap kepentingan bersama dalam kehidupan suatu masyarakat. Bahwa, kepemimpinan dalam mempertegas orientasi kemaslahatannya harus selaras dengan kebenaran relatif yang telah menjadi kesepakatan bersama.

    Dengan demikian, kepemimpinan merupakan suatu nilai yang senantiasa mengutamakan nilai kemaslahatan berdasarkan kerelatifan kebenaran berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan.

    #KEKUASAAN
    Sederhananya, kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain berdasarkan suatu keinginan seseorang tanpa mempertimbangkan kerelatifan kebenaran.

    Dalam pengalaman kepemimpinan berbangsa dan bernegara di Indonesia, sejak orde lama, orde baru, dan saat ini era reformasi, tentunya kita sering diperhadapkan pada sikap serta perilaku kekuasaan yang dilakukan oleh seorang pemimpin.

    Padahal, sejatinya sikap dan perilaku kekuasaan tidak sepatutnya ditunaikan oleh kepemimpinan Indonesia, karena kepemimpinan Indonesia telah diatur dalam suatu kesepakatan dan ketetapan yang bersifat mengikat guna memastikan setiap kepemimpinan berkewajiban mematuhi dan menunaikannya dengan sebaik-baiknya secara terukur.

    Belakangan ini, dalam dinamika kebangsaan menuju konsolidasi pemilihan umum tahun 2024, seluruh rakyat Indonesia dikagetkan dengan suatu kejadian yang seharusnya tidak perlu terjadi.

    Bahwasanya, prahara mahkamah konstitusi yang berdampak pada pemecatan Anwar Usman dari jabatannya sebagai ketua mahkamah konstitusi oleh mahkamah kehormatan mahkamah konstitusi (MKMK), sejatinya secara implisit mengindikasikan telah terjadi campur tangan kekuasaan secara politis.

    Dugaan politisasi perilaku kekuasaan pada mahkamah konstitusi merupakan suatu bentuk inkonsistensi kepemimpinan Indonesia terhadap komitmen berbangsa dan bernegara sebagaimana nilai konstitusional bernegara.

    Perilaku kekuasaan merupakan suatu sikap yang secara tegas memastikan hilangnya nilai-nilai kepemimpinan secara baik dan terukur berdasarkan komitmen berbangsa dan bernegara.

    Karena kekuasaan bukanlah kepemimpinan, dan sikap berkuasa sejatinya bukanlah seorang pemimpin yang diharapkan seluruh rakyat Indonesia saat ini dan para pejuang kemerdekaan Indonesia dahulu.

    Indonesia wajib diletakkan pada pondasi yang benar serta terbaik, pondasi yang telah ditorehkan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia dengan ikhlas, dengan mengorbankan segalanya demi memastikan pelayanan terbaik terhadap kebutuhan kesejahteraan dan kemakmuran oleh siapapun pemimpin Indonesia.

    Pemilihan umum tahun 2024 harus menjadi suatu momentum terbaik guna memastikan kepemimpinan terbaik, bukan momentum yang meniscayakan keberlangsungan dan keberlanjutan kekeliruan dan kesalahan.

    Bahwa kekeliruan dan kesalahan harus diperbaiki, harus benahi, harus diluruskan untuk kemudian memastikan perubahan sebaiknya-baiknya terhadap masa depan Indonesia. Semoga Indonesia 2024 menjadi bangsa dan negara yang adil makmur serta diridhoi Allah swt.

    Jakarta, 13 November 2023
    Saiful Chaniago/Waketum DPP KNPI

    saiful chaniago pilpres 2024
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Dr. Ing. Ilham Habibie: International University...

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Macan Versus Banteng di Antara...

    Berita terkait